Kali ini saya akan bercerita
pengalaman travelling ke gunung, setelah selama ini liburan ke tempat yang
mengandung air terus maka kali ini saya hijrah ke darat. Kebetulan mountaineering atau mendaki gunung adalah salah kegiatan favorit
saya. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari kegiatan mendaki gunung. Kita
belajar survival atau bertahan hidup
selama melakukan pendakian, teamwork atau
kerjasama tim dengan rekan kita dan kita juga belajar bagaimana mencintai alam.
Gunung Papandayan sendiri
terletak di Kabupaten Garut, Jawa Barat dan hanya sekitar satu jam perjalanan
dari pusat Kota Garut. Saya sendiri berangkat dari Tasikmalaya bersama teman
menggunakan sepeda motor, karena jarak Tasikmalaya-Garut sendiri tidak terlalu
jauh. Akses menuju ke base Gunung Papandayan pun sebernarnya relatif bagus
hanya sedikit menanjak, tapi itu semua bisa dilalu dengan mudah oleh sepeda
motor. Untuk para pendaki yang menggunakan jasa angkutan umum bisa menyewa
mobil bak terbuka untuk sampai ke base pendakian, banyak jasa angkutan yang
bisa digunakan baik itu mobil bak terbuka, ojek atau angkot sekalipun.
Gerbang masuk Papandayan |
Base pendakian Gunung Papandayan
terlihat seperti tempat objek wisata, halaman parkir yang luas dan banyak orang
berjualan tentunya. Tujuan pertama dari base pendakian adalah Pondok Salada
atau basecamp, tempat dimana kita mendirikan tenda dan bermalam. Untuk sampai
kesana, kita akan melewati kawah belerang dan jalan yang berbatu. Menurut saya
ini medan yang paling sulit walaupun Gunung Papandayan sendiri sebenarnya
relatif mudah untuk didaki dan sangat cocok untuk pendaki pemula. Alasannya
karena di jalur ini bau belerang sangat menyengat dan dapat membuat kepala
menjadi pusing.
Jalur menuju kawah belerang |
Kawah belerang |
Waktu yang ditempuh untuk mencapai Pondok Saladah kurang lebih
dua sampai dua setengah jam. Sebelum memasuki basecamp kita diwajibkan melapor
dan menitipkan tanda pengenal kita kepada ranger yang berjaga disana. Basecamp
Pondok Salada cukup luas untuk tempat bermalam dan banyak sekali mata air
sehingga kita tidak perlu khawatir akan kekurangan air.
Perjalanan menuju Pondok Salada |
Perjalanan menuju Pondok Salada |
Dari Pondok Salada kita bisa
berjalan sedikit menuju hutan mati, salah satu spot keindahan Gunung Papandayan
sambil menunggu sunset atau sunrise tergantung kapan kita mendaki. Kebetulan
saya sendiri sudah sekitar tiga kali mendaki Papandayan, jadi saya sudah
merasakan sunset dan sunrise di hutan mati, keren!
View di ujung Hutan Mati |
Hutan Mati |
Setelah santai-santai di Hutan Mati saya pun kembali ke basecamp untuk istirahat dan perjalanan ke Tegal Alun (Padang Edelwiss) di lanjut keesokan harinya karena lebih cuaca pagi hari di Tegal Alun lebih enak menurut saya. Saya bersama teman-teman melanjutkan perjalanan sekitar pukul empat pagi menuju ke Tegal Alun setelah istirahat untuk tidur. Saya hanya membawa satu tas berisi makanan, kompor plus nesting dan juga barang-barang berharga seperti handphone, dompet dan kamera. Sedangkan barang-barang lain ditinggal di tenda, sudah kebiasaan memang, karena membawa carrier sampai ke atas dirasa kurang efektif. Perjalanan menuju Tegal Alun atau padang edelweiss memakan waktu sekitar satu sampai dua jam perjalanan dari base camp Pondok Salada. Untuk menuju ke sana kita pun akan kembali melewati Hutan Mati.
Setelah melewati Hutan Mati kita akan bertemu jalur yang menanjak dan lumayan terjal yaitu Tanjakan Mamang, Ini adalah satu-satunya jalur di Papandayan yang lumayan melelahkan menurut saya pribadi. Tapi semua kelelahan itu akan terbayar dan tidak akan terasa sama sekai, karena setelah melewati tanjakan ini kita akan disuguhi oleh pemandangan Padang Edelweiss yang sangat luas (konon katanya adalah yang terbesar di Asia Tenggara). Bagai menemukan sebuah oasis di padang pasir, mungkin itulah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan saya ketika berada di tempat ini.
Mencium bunga abadi |
Pray wherever you are |
Tidur ditengah-tengah Padang Edelweiss |
Kami tidak melanjutkan perjalanan ke puncak Gunung Papandayan karena hari sudah mulai sore, ditambah pemandangan di puncak Gunung Papandayan sendiri menurut saya kurang bagus (Ini opini subjektif tentunya). Jadi saya dan teman-teman memutuskan untuk menikmati saja keindahan Padang Edelweiss ditemani secangkir kopi sambil mengobrol membicarakan tentang kehidupan.
"It is not mountain we conquer but ourselves"
Edmund Hillary
0 komentar:
Posting Komentar